Jumat, 30 April 2010

Sejarah kehidupan Fathimah az zahra as.


Nama : Fathimah

Gelar : Az-Zahra

Julukan : Ummu al-Aimah, Sayyidatu Nisa’, al-‘Alamin, Ummu Abiha

Ayah : Muhammad Rasulullah saww

Ibu : Khadijah al-Kubra

Tempat/Tgl Lahir : Makkah, Hari Jum’at, 20 Jumadi al-Tsani (jamadil akhir)

Hari/Tgl Wafat : Selasa, 3 Jumadi al-Tsani Tahun 11 H

Umur : 18 Tahun

Makam: ???

Jumlah Anak : 4 orang; 2 laki-laki dan 2 perempuan

Laki-laki : Hasan dan Husein

Perempuan : Zainab dan Ummu Kaltsum
...

Riwayat Hidup

Di antara anak wanita Rasulullah s.a.w, Fathimah Az-Zahra a.s, merupakan wanita paling utama kedudukannya. Kemuliannya itu diperoleh sejak menjelang kelahirannya, yang didampingi wanita suci sebagaiman yang diucapkan oleh Khadijah:

"Pada waktu kelahiran Fartimah a.s, aku meminta bantuan wanita-wanita Quraish tetanggaku, untuk menolong. Namun mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah menghianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung dan terkejut luar biasa ketika melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya disekitar mereka mendekati aku. Ketika mereka mendapati aku dalam kecemasan salah seorang dari mereka menyapaku: ‘Wahai Khadijah! Aku adalah Sarah, ibunda Ishhaq dan tiga orang yang menyapaku adalah Maryam, Ibunda Isa, Asiah, Putri Muzahim, dan Ummu Kultsum, Saudara perempuan Musa. Kami semua diperintah oleh Allah untuk mengajarkan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia". Sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fathimah a.s lahir."

Meningkat usia 5 tahun, beliau telah ditinggal pergi ibunya. Tidak secara langsung beliau mengantikan tempat ibunya dalm melayani, membantu dan memebela Rasulullah s.a.w, sehingga beliau mendapat gelar Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Dan dalam usia yang masih kanak-kanak, beliau juga telah dihadapkan kepada berbagai macam uji coba. Beliau melihat dan meyaksikan perlakuan keji kaum kafir Quraish kepada ayahandanya, sehingga seringkali pipi beliau basah oleh linangan air mata kerana melihat penderitaan yang dialalmi ayahnya.


Ketika Rasulullah pindah ke kota Madinah beliau ikut berhijrah bersama ayahnya. Selang beberapa tahun setelah hijrah tepat pada tanggal 1 dzulhijjah, hari jum’at, tahun 2 Hijrah, beliau menikah dengan Ali bin Abi Thalib.

Dari pernikahannya suci yang diberkati oleh Allah SWT, beliau dikaruniai dua orang putra; Hasan dan Husein serta dua orang putri, Zainab dan Ummi Kaltsum, mereka semua terkenal sebagai orang yang sholeh, baik dan pemurah hati.

Fathimah bukan hanya seorang anak yang paling berbakti pada ayahnya, tapi sekaligus sebagai seorang istri yang setia mendampingi suaminya disegala keadaan serta sebagai pendididk terbaik telah berhasil mendidik anak-anaknya.

Masa-masa indah bagi beliau adalah ketika hidup bersama Rasulullah s.a.w. Beliau mempunyai tempat agung disisi Rasulullah sehingga digambarkan di kitab Thabari Hal 40, Siti Aisah berkata: “Aku tidak melihat orang yang pembicaraannya mirip dengan Rasulullah s.a.w seperti Fathimah as. Apabila datang kepada ayahanya, beliau berdiri, menciumnya, menyambut gembira dan mengiringnya lalu didudukkan di tempat duduk beliau. Apabila Rasulullah datang kepadanya, ia pun berdiri menyambut ayahandanya dan mencium tangan beliau s.a.w".

Tidak heran, jika setelah kepergian baginda Rasulullah, beliau sangat sedih dan berduka cita, hatinya menangis dan menjerit sepanjang waktu. Namun perlu diketahui bahwa kesedihan dan tangisannya itu bukanlah semata-mata kehilangan Rasulullah s.a.w tapi juga beliau melihat kelakukan umat sesudahnnya yang sudah banyak menyimpang dari ajaran ayahnya, dimana penyimpangan itu akan membawa kesengsaraan bagi kehidupan mereka.

Sejarah mencatat bahwa Sayyidah Fathimah Az-Zahra a.s setelah kepergian Rasulullah s.a.w tidak penah terlihat senyum apalagi tertawa. Sejarah juga mencatat bahwa antara beliau dengan khalifah pertama dan kedua terjadi perselisihan tentang tanah Fadak dan tentang masalah lainnya. Menurut Sayyidah Fathimah a.s tanah itu adalah hadiah dari ayahnya untuk dirinya, namun khalifah berkata: "Bahwa nabi tidak meninggalkan sesuatau dari keluarganya, sedangkan warisan nabi berubah statusnya menjadi sedekah yang digunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin".

M.H. Shakir berbependapat: "Wafat Rasulullah s.a.w sangat mempengaruhinya, ia sangat sedih, berduka dan tangis hatinya memekik sepanjang masa. Sayang sekali, setelah wafat nabi, pemerintah mengambil alih tanah fadak dan menyerahkannya sebagai milik negara".

Kehidupan Fathimah az-Zahra a.s, wanita agung sepanjang masa adalah kehidupan yang diwarnai kesucian, kesederhanaan, pengabdian, perjuangan dan pengorbanan bukan kehidupan yang diwarnai kemewahan yang ramah dan lembut.

Fathimah hanya hidup tidak lebih dari 75 hari setelah kepergian ayahnya. Pada tanggal 14 Jumadil Ula, tahun 11 Hijriyah wanita suci, wanita agung dan mulia sepanjang masa, menutup mata dalam usia yag relatif muda yaitu 18 tahun.

Namun sebelum wafatnya beliau mewasiatkan keinginan kepada Imam ali as yang isinya:

1. Wahai Ali, engkau sendirilah yang harus melaksanakan upacara pemakamanku.

2. Mereka yang tidak membuat aku rela/ridha, tidak boleh menghadiri pemakamanku.

3. Jenazahku harus dibawa ke tempat pemakaman pada malam hari.

Fathimah Az-Zahra ," Putri bungsu Rasulullah sa.w, telah tiada. Tidak ada ungkapan yang mampu mengambrakan keagungan Fathimah Az-Zahra yang sebenarnya. DR. Ali Syariati memberikan komentar tentang Fathimah: " Saya akan bangga dan hendak mengatakan , "Fathimah a.s adalah putri Khadijah yang besar". Saya rasa itu bukan Fathimah a.s. Saya hendak mengatakan," Fathimah a.s adalah putri Rasulullah s.a.w. Saya rasa itu bukan juga Fathimah. Saya hendak mengatakan, "Fathimah a.s adalah istri Ali. Saya rasa itu juga bukan Fathimah A.s. Saya hendak mengatakan Fathimah a.s adalah ibunda Zainab. Saya masih merasa itu bukan Fathimah a.s. Tidak, semua itu benar tetapi tak satupun yang menggambarkan Fathimah a.s yang sesungguhnya. "Fathimah a.s adalah Fathimah a.s."

Kharomah Fathimah az zahra as.

Abu Sai'd al-Khudri berkata: “Pada suatu hari Ali AS berkata bahwa beliau AS berasa amat lapar. Beliau AS kemudian meminta Fatimah AS menyediakan makanan. Fatimah AS bersumpah bahwa tidak ada makanan yang tinggal untuk menghilangkan kelaparan Ali AS. Imam Ali AS bertanya mengapa Fatimah AS tidak memberitahukan kepadanya bahwa di rumah mereka sudah tidak ada makanan lagi. Fatimah AS menyatakan bahwa dia AS merasa malu untuk menyatakan perkara itu, dan dia AS juga tidak mau menuntut apa-apa dari Imam Ali AS. Imam Ali AS keluar dari rumah dengan rasa tawakal kepada Allah SWT. Beliau AS meminjam uang sebanyak satu dinar dengan hasrat untuk membeli makanan untuk penghuni rumahnya. Dalam perjalanan pulang, beliau bertemu Miqdad ibn Aswad sedang terbaring di atas jalan pasir yang panas terik oleh sinar matahari yang membakar. Miqdad kelihatan sedih dan muram. Lalu Imam Ali AS bertanya kepadanya apa yang terjadi tetapi dia enggan menyatakan perkara yang berlaku kepada Imam Ali AS. Tetapi akhirnya dia menyatakan juga rahasia itu dan berkata:



“Wahai Abul Hasan! Aku bersumpah bahwa ketika aku keluar rumah tadi, penghuni rumahku berada di dalam kelaparan yang amat sangat. Anak-anakku kelaparan dan aku tidak sanggup menonton keadaaan mereka menangis itu. Lalu aku meninggalkan mereka, dan berusaha mencari jalan untuk mengatasi masalah tersebut."



Air mata Ali AS jatuh bercucuran dan mengenai janggutnya apabila mendengar kisah tersebut. Ali AS berkata kepadanya:



" Aku bersumpah bahwa aku juga mengalami keadaan yang sama seperti engkau."



Ali AS lalu menyerahkan uang yang dibawanya kepada Miqdad. Ali AS kemudian pergi ke masjid di mana pada ketika itu Nabi S.A.W sedang shalat. Ali AS bershalat di tempat suci itu, dan selepas selesai menunaikan kewajibannya, beliau AS menemui Nabi S.A.W di pintu masjid. Rasulullah S.A.W bertanya Ali AS tentang makanan apa yang akan dia siapkan untuk makam malam karena Nabi S.A.W hendak ikut makan malam di tempat putrinya..



Ali AS tunduk dan tidak berkata apa-apa. Beliau AS tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kelihatannya Rasulullah S.A.W tahu tentang kisah uang satu dinar itu. Telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W bahwa hendaklah beliau S.A.W bersama Ali AS pada petang itu." Mengapa anda tidak berkata sesuatu?," tanya Nabi Muhammad S.A.W. Ali AS dengan menjawab:" Diriku di tanganmu."



Nabi Muhammad S.A.W memegang tangan Ali AS dan dua orang yang agung ini berjalan bersama-sama ke rumah Fatimah AS. Apabila sampai di sana, Fatimah AS baru selesai menunaikan kewajibannya (solat), dan di atas tungku ada satu periuk masakan sedang di masak dan ketika ia sedang mendidih. Fatimah AS kemudian keluar apabila mendengar bunyi tapak kaki ayahnya datang dan menyambut kedatangan mereka. Nabi S.A.W mengucapkan salam dengan lembut." Semoga Allah SWT memberi rahmat ke atas kamu berdua, dan semoga kamu dapat menyediakan kami hidangan makan malam!" sambung Rasulullah S.A.W.



Fatimah AS mengambil periuk tersebut dan meletakkan di hadapan ayahnya S.A.W dan suaminya, Ali AS, yang terkejut dan bertanya isterinya bau makanan yang lezat di dalam periuk itu. Fatimah AS berkata:" Adakah anda marah dengan memandangku dengan pandangan yang demikian! Adakah aku telah melakukan sesuatu yang salah menyebabkan aku layak menerima kemarahanmu!?"



Ali AS berkata:" Mengapa tidak? Semalam engkau bersumpah bahwa engkau tidak mempunyai sedikit makanan pun untuk kita hidup selama beberapa hari! Apa artinya ini semua?"



Dengan memandang ke langit Fatimah AS menyambung:" Tuhanku yang berkuasa ke atas langit dan bumi akan menjadi saksi bahwa apa yang akan aku katakan ini adalah benar."



Ali AS menambah:" Wahai Fatimah! Sudikah engkau menyatakan kepada kami kisah sebenarnya. Sudikah engkau dengan jujur menyatakan kepada kami siapakah yang mengantarkan hidangan yang lazat ini yang menjadi makanan kita!"


Rasulullah S.A.W dengan lembut meletakkan tangannya ke atas bahu Ali AS dan berkata:" Wahai Ali! Semua sebenarnya ini adalah anugerah dari Allah SWT karena kemurahan yang kamu tunjukkan ketika memberikan uang dinar tersebut.



"...Sesungguhnya Allah memberikan (rezeki) apa yang dikehendakiNya tanpa hisab."(Ali-Imran:37)
"Dan apabila Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrabnya, dia mendapati makanan di sisinya." (Ali-Imran:37)[Bihar al-Amwar, Jilid 43, hlm.59-61; Amali Tusi, Jilid 2, hlm.228-230]

0 komentar:

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar